A. Bentuk Pemerintahan
1. Inggris
Inggris adalah negara bagian terbesar dan terpadat penduduknya dari negara- negara bagian yang membentuk Persatuan Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Utara (United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland). Negara-negara lainnya adalah Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara. Seringkali nama Inggris dipakai untuk menyebut keseluruhan negara ini. Inggris yang wilayahnya meliputi 2/3 pulau Britania, berbatasan dengan Skotlandia di sebelah utara dan dengan Wales di sebelah barat. Negara Inggris sebagai “Mother of Parliaments” telah banyak memberikan sumbangan kepada peradaban dunia, khususnya sumbangan terhadap lembaga- lembaga demokrasi. Namun demikian, bentuk pemerintahannya kurang jelas didefinisikan dan agak sulit untuk dimengerti. Kerajaan Inggris adalah negara monarki konstitusional, dengan kekuasaan eksekutif dipegang oleh Perdana Menteri dan menteri-menteri dalam kabinet yang mengepalai departemen-departemen.
Di Inggris raja sebagai bagian dari badan eksekutif yang tidak dapat di ganggu gugat. Keluasaan raja bersifat simbolis karena kekuasaan sebenarnya berada di tangan perdana menteri yang memimpin para menteri. Akan tetapi, pelaksanaan sistem perlementer di Inggris agak berbeda dengan negara-negara lain. Di Inggris perdana menteri dapat sewaktu-waktu mengadakan pemilihan umum sebelum masa jabatan parlemen berakhir. Akan tetapi, hal ini dilakukan atas saran perdana menteri. Pemilu dapat dilaksanakan sebelum masa jabatan berakhir misalnya jika kabinet dikenakan mosi tidak percaya.
Dalam sistem ketatanegaraan Kerajaan Inggris, Ratu memiliki hubungan yang khusus dengan Perdana Menteri, figur politik senior dan amat dihormati dalam pemerintahan Inggris yang berasal dari partai politik berkuasa. Walaupun secara konstitusional ia merupakan pemimpin kerajaan yang harus netral dalam berpolitik, namun Ratu tetap berwenang memberikan kesempatan bagi Perdana Menteri untuk melakukan dengar pendapat dengannya.
Dalam hal audiensi, Ratu menyediakan waktu secara berkala bagi Perdana Menteri untuk bertemu dengannya, di mana Ratu berhak sekaligus berkewajiban untuk menyampaikan pemandangannya mengenai masalah pemerintahan. Apabila tidak ada waktu bagi mereka untuk bertemu, maka selanjutnya mereka berkomunikasi melalui telepon.
Inggris sebagai negara kesatuan menganut sistem desentralisasi. Kekuasaan pemerintah daerah berada pada Council (dewan) yang dipilih oleh rakyat di daerah. Sekarang ini, Inggris terbagi dalam tiga daerah, yaitu England, Wales dan Greater London. Negara Inggris adalah negara yang kuat unsur eksekutif nasionalnya namun sangat memperhatikan kebebasan individu. Institusi negara yang kuat juga adalah label bagi negara kepulauan yang berbentuk kesatuan ini. Kebebasan Individu dikembangkan dengan adanya sistem pemerintahan daerah yang mirip ‘parlementer tingkat lokal. Pemerintahan daerah di negeri ini dikuasai oleh ‘Council’ dimana birokrasi lokal bertanggungjawab kepadanya. Jika digambarkan dalam sebuah bagan maka struktur pemerintahan daerah di Inggris tidak mengenal wakil pemerintah hanya saja instansi vertikal sangat kuat bekerja menjangkai wilayah Inggris. Fried (1963) menyebutnya sebagai ‘functional system’ berbeda dari prefectoral system’ yang menganut adanya wakil pemerintah. Di antara intansi vertikal yang ada tidak memiliki kesamaan jangkauan yurisdiksi wilayah kerjanya. Departemen di Pusat, satu sama lain tidak memiliki acuan yang sama dalam mengembangkan instansi vertikalnya. Oleh karena itu disebut ‘fragmented field adminstration’.
Inggris menganut ‘ultravires doctrine’ dalam mengembangkan distribusi kewenangannya kepada daerah otonom. Oleh karena itu DPRD dan Birokrasi lokal yang merupakan organ pemerintah daerah di Inggris dengan pola ‘commissioner’ sangat terbatas dalam hal jumlah dan variasi urusan yang diembannya. Namun, mereka memiliki kebebasan yang tinggi dalam masing-masing urusan. DPRD menjadi sumber kewenangan dari birokrasi lokal karena pertanggungjawaban birokrasi lokal dilakukan hanya kepada DPRD. Pemerintah hanya dapat mengintervensi dalam persoalan standard dan fasilitasi.
2. Arab saudi
Arab Saudi atau Saudi Arabia atau Kerajaan Arab Saudi adalah negara arab yang terletak di jazirah arab. Beriklim gurun dan wilayahnya sebagian besar terdiri atas gurun pasir dengan gurun pasir yang terbesar adalah Rub Al Khali. Orang Arab menyebut kata gurun pasir dengan kata sahara. Negara Arab Saudi ini berbatasan langsung (searah jarum jam dari arah utara) dengan Yordania, Irak, Kuwait, Teluk Persia, Uni Emirat Arab, Oman, Yaman, dan laut Merah.
Pada tanggal 23 September 1932, Abdul Aziz bin Abdurrahman as-Sa'ud—dikenal juga dengan sebutan Ibnu Sa‘ud—memproklamasikan berdirinya Kerajaan Arab Saudi atau Saudi Arabia (al-Mamlakah al-‘Arabiyah as-Su‘udiyah) dengan menyatukan wilayah Riyadh, Najd (Nejed), Ha-a, Asir, dan Hijaz. Abdul Aziz kemudian menjadi raja pertama pada kerajaan tersebut. Dengan demikian dapat dipahami, nama Saudi berasal dari kata nama keluarga Raja Abdul Aziz as-Sa'ud.
Arab Saudi terkenal sebagai Negara kelahiran NAbi Muhammad SAW serta tumbuh dan berkembangnya agama Islam, sehingga pada benderanya terdapat dua kalimat syahadat yang berarti "Tidak ada tuhan (yang pantas) untuk disembah melainkan Allah dan Nabi Muhammad adalah utusannya".
Arab Saudi menggunakan sistem Kerajaan atau Monarki. Hukum yang digunakan adalah hukum syariat Islam dengan berdasar pada pengamalan ajaran Islam berdasarkan pemahaman sahabat Nabi terhadap Al Qur'an dan Hadits atau dengan kata lain pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Memiliki hubungan internasional dengan negara negara lain baik negara negara Arab, negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam, maupun negara negara lain.
Pada tahun 1993 ditentukan bahwa sistem pemerintahan provinsi harus ada. Sebuah dekrit kerajaan dikemukakan pada saat itu yang membagi kerajaan menjadi 13 provinsi (mintiqat; bernyanyi mintiqah.,): Al Bahah, Al Hudud ash Shamaliyah, Al Jawf, Al Madinah, Al Qasim, Ar Riyad, Ash Sharqiyah (Provinsi Timur ), Asir, Hail, Jizan, Makkah, Najran, dan Tabuk. Selanjutnya, para pejabat negara itu dibagi menjadi 13 provinsi, yang masing-masing ditempatkan di bawah yurisdiksi seorang gubernur, biasanya seorang pangeran atau yang dekat dengan keluarga kerajaan. Empat kali setiap tahun, masing-masing gubernur bertemu dengan dewan provinsi untuk mengevaluasi pembangunan propinsi dan membuat rekomendasi kepada Dewan Menteri tentang kebutuhan provinsi.
B. Parlemen
1. Inggris
Kekuasaan legislatif dalam sistem ketatanegaraan Kerajaan Inggris dipegang oleh Parlemen yang terdiri atas dua kamar (bikameral), yaitu theHouse of Commons dan the House of Lords. Kedua kamar ini memiliki kedudukan yang terpisah, namun keduanya terlibat dalam proses legislasi.
Parlemen adalah pelaksana fungsi legislasi nasional dalam sistem ketatanegaraan Kerajaan Inggris. Lembaga inilah pemegang kekuasaan tertinggi di bidang legislatif, berdasarkan doktrin mengenai kedaulatan parlemen. Dengan sistem dua kamar atau bikameral, Parlemen terdiri dari the House of Commons yang dipilih rakyat dan the House of Lords yang tidak dipilih rakyat kebanyakan anggotanya diangkat. The House of Commons dianggap lebih kuat secara politis dibandingkan the House of Lords. The House of Commons terdiri atas 646 anggota yang dipilih secara langsung oleh konstituen berdasarkan jumlah populasi penduduk. Sementara itu, the House of Lords tidak memiliki jumlah anggota yang tetap (berkisar 700-an anggota).
Secara garis besar, Parlemen memiliki tiga fungsi utama, yaitu:
a. melakukan pengujian terhadap rancangan peraturan perundang-undangan;
b. melakukan pengujian dan memberikan kritik terhadap kebijakan pemerintah dan administrasi;
c. melakukan pembahasan mengenai isu-isu utama yang aktual.
a. The House Of Commons
The House of Commons merupakan bagian pertama dari sistem bikameral badan legislatif Kerajaan Inggris. Inilah kamar yang menjadi pusat kekuatan Parlemen. Mereka yang ada di dalamnya sebagai anggota bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang memilihnya, dan sejak abad ke-20, the House of Lords mengakui supremasi lembaga ini. Kamar ini terdiri atas 646 anggota yang dipilih secara langsung oleh rakyat Kerajaan Inggris dengan komposisi sebagai berikut: 529 anggota mewakili konstituen England, 40 mewakili Wales, 59 mewakili Scotland, dan 18 mewakili Northern Ireland.
Fungsi dan Peran The House Of Commons
Sejak dahulu dalam tradisi ketatanegaraan Kerajaan Inggris, the House of Commons—selanjutnya disebut the Commons—dianggap sebagai kamar rendah, namun merupakan arena utama pertarungan politik dalam parlemen. Pemerintah, yaitu Perdana Menteri dan kabinetnya dapat mempertahankan jabatannya selama mendapat dukungan mayoritas dari para anggota the Commons. Sama halnya dengan The House of Lords, the Commons melakukan pembahasan terhadap pembuatan peraturan perundang-undangan baru sebagai bagian dari proses pembentukan Keputusan Parlemen (Act of Parliament). Undang-undang mengenai keuangan, misalnya tentang pajak dan pengeluaran negara, selalu dibahas dalam the Commons dan harus segera disetujui oleh the House of Lords tanpa mengalami perubahan (amandemen). Ketua the Commons yang dipilih oleh seluruh anggota Parlemen untuk memimpin mereka bertindak pula sebagai juru bicara kamar rendah ini. Beberapa anggota lain juga dipilih sebagai wakil juru bicara. Mereka yang dipilih oleh seluruh anggota merupakan orang-orang yang diajukan oleh partai Pemerintah, tetapi beberapa di antaranya berasal pula dari pihak oposisi. Selain sebagai juru bicara, Ketua the Commons juga memegang The House of Commons Commission, badan internal yang bertanggung jawab atas administrasi kamar ini.
b. The House Of Lords
The House of Lords merupakan kamar kedua dalam Parlemen Kerajaan Inggris. Para anggota the House of Lords (dikenal dengan sebutan “peers” atau aristokrat) terdiri dari Lords Spiritual (uskup senior) dan Lords Temporal (lay peers)—yang di dalamnya duduk pula Law Lords (hakim senior). Anggota dalam the House of Lords tidak dipilih oleh rakyat melainkan diambil dari berbagai golongan yang dianggap senior dan terpandang di masyarakat Inggris.
Fungsi dan Peran The House Of Lords
Secara umum, fungsi the House of Lords—selanjutnya disebut the Lords—serupa dengan fungsi the Commons dalam hal legislasi, membahas isu, dan bertanya pada eksekutif. Namun, dua hal penting yang amat membedakannya adalah: pertama, para anggota the Lords tidak merepresentasikan konstituen, dan kedua, mereka tidak terlibat dalam hal yang berkaitan dengan pajak dan keuangan. Peran the Lords secara umum dipahami sebagai sebuah peran tambahan dari apa yang telah dilakukan oleh the Commons, yaitu sebagai perevisi rancangan undang-undang yang dianggap amat penting dan kontroversial. Semua rancangan undang-undang harus melalui kedua kamar—the Commons dan the Lords—sebelum disahkan menjadi undang-undang. Sementara itu, persetujuan the Lords terhadap suatu rancangan undang-undang dibutuhkan sebelum Keputusan Parlemen disetujui, dan the Lords dapat mengubah semua rancangan tersebut, kecuali yang berkaitan dengan penaikan tarif pajak. Selanjutnya, perubahan atau amandemen yang telah diajukan tersebut harus disepakati oleh kedua kamar dalam Parlemen.
Peran lain the Lords adalah sebagai pengadilan tingkat akhir untuk kasus-kasus perdata di seluruh wilayah kerajaan, dan untuk kasus-kasus pidana wilayah England, Wales, dan Northern Ireland. Untuk peran ini, hanya Law Lords lah yang terlibat dalam proses persidangan.
2. Arab Saudi
Arab Saudi pada dasarnya tidak memiliki badan legislatif nasional, partai politik, atau pemilu yang demokratis. Raja tidak memiliki kekuasaan tak terkekang. Namun Undang-Undang Dasar, yang diperkenalkan pada tahun 1993, mengartikulasikan hak-hak pemerintah dan peraturan dan menetapkan hak-hak sipil, sistem pemerintahan, dan pembagian administratif dimana negara dijalankan
Kerajaan Arab Saudi memiliki sistem penasehat (Shoura) yang ada sebelum deklarasi persatuannya. Hal ini sebagai pengamalan firman Allah Ta'ala : "Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka" (QS. 42:38), dan mencontoh Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wassallam dalam bermusyawarah dengan sahabat-sahabat beliau serta anjuran beliau kepada ummatnya untuk bermusyawarah. Pada tahun 1345 H. (1926) King Abdul Aziz Al Saud mendirikan Dewan Penasehat (Shoura) di Mekah. Shoura, sejak zaman Raja Abdul Aziz Al Saud ialah pilar pemerintahan Kerajaan Arab Saudi. Lewat Dewan ini, Penguasa Kerajaan Arab Saudi berkonsultasi dengan para akademisi, Ulama, tokoh dan pemuka masyarakat. Sistem Dewan Pertimbangan (Shoura) dikembangkan selama masa jabatan Pemelihara dari Dua Masjid Suci, Raja Fahd bin Abdulaziz yang terakhir yang mengeluarkan peraturan kerajaan No:A/90 tanggal 27/8/1412H mendirikan Dewan (Shoura) dan hukum untuk menggantikan sistem dewan (Shoura) sebelumnya yang didirikan pada tahun 1374 H. (1954).
Majlis Al-Syura menyarankan Raja dan Dewan Menteri secara teratur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan program pemerintah dan kebijakan. Dewan Syura Fungsi primer adalah untuk menilai, menafsirkan, dan memodifikasi Kerajaan sistem hukum, oleh-hukum, kontrak, dan perjanjian internasional. Jadi sistem Majelis Syura (Permusyawaratan) adalah untuk memberikan pendapat tentang Kebijakan-kebijakan Umum Negara yang dilimpahkan kepadanya dari Perdana Menteri. Majelis ini secara khusus berhak mendiskusikan tentang rancangan umum pembangunan ekonomi dan sosial, serta memberikan pendapat terhadapnya; mengkaji undang-undang, peraturan perjanjian, kesepakatan internasional, dan berbagai konsesi, serta mengajukan usulan berkenaan dengannya. Juga memberikan penafsiran terhadap perundang-undangan, mendiskusikan berbagai laporan tahunan yang disampaikan oleh Kementerian dan Lembaga Pemerintah lainnya serta memberikan usulan-usulan yang dipandang perlu.
C. Kekuasaan
1. Inggris
Dalam sistem parlementer yang berlaku di Inggris pengawasan legislatif terhadap eksekutif sangat besar, parlemen yang kuat dimaksudkan untuk memberi kesejahteraan kepada rakyat, maka pengawasan yang dilakukan wakil rakyat diperluas. Dengan demikian dewan menteri yang dipimpin oleh Perdana Menteri bertanggung jawab kepada Parlemen dalam menjalankan pemerintahannya, sehingga kabinet dewan menteri dapat dijatuhkan dalam mosi tidak percaya oleh parlemen. Hanya saja karena Perdana Menteri adalah pemenang pemilu terkadang dalam jumlah suaranya yang sangat banyak dalam parlemen, maka Perdana Menteri Inggris menjadi dominan untuk sementara waktu.
a. Kekuasaan Eksekutif
Kerajaan Inggris merupakan sebuah negara berbentuk monarki dengan sistem pemerintahan parlementer yang menganut paham demokrasi. Pemegang kedalutan, yaitu Ratu Elizabeth II sejak 1952, adalah kepala negara yang juga bertindak sebagai kepala dari lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta panglima tertinggi angkatan bersenjata dan pemimpin Gereja Inggris (Church of England). Dalam praktiknya, kekuasaan membuat hukum dan peraturan perundang-undangan dilakukan melalui parlemen.
Dalam tradisi asli Inggris, pemegang kedaulatan berkuasa tidak berdasar atas sebuah aturan, namun saat ini, Ratu pun tunduk pada hukum, mengatur hanya bila mendapat persetujuan parlemen, dan bertindak atas nasihat para menterinya. Pemegang kekuasaan eksekutif dalam negara ini adalah seorang Perdana Menteri, dipilih oleh Ratu, yang secara tradisi merupakan ketua dari partai berkuasa dalam parlemen. Dalam menjalankan tugasnya, Perdana Menteri dibantu oleh para menteri yang dipilih dari partai berkuasa dan kebanyakan yang berada dalam the House of Commons, serta harus orang-orang yang menyetujui segala kebijakan pemerintah secara umum. Para menteri senior, berjumlah sekitar 20 orang, merupakan komposisi dari kabinet. Mereka mengadakan pertemuan secara reguler untuk memutuskan kebijakan berkaitan dengan isu-isu besar. Secara kolektif, para menteri bertanggung jawab atas semua keputusan yang dibuat kabinet kepada parlemen. Sedangkan secara individu, menteri-menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen atas kinerja departemen mereka masing-masing.
Perdana Menteri dan Kabinet
Sebagai kepala pemerintahan, Perdana Menteri merupakan representasi utama dari pemerintah. Selain itu, Perdana Menteri juga memiliki hak untuk memberikan rekomendasi dalam hal penunjukan hakim senior dan uskup senior pada Gereja Inggris. Perdana Menteri memilih menteri-menteri untuk disusun ke dalam kabinet. Selanjutnya, kabinet membentuk kebijakan-kebijakan pemerintah yang akan ditawarkan kepada parlemen sebagai rancangan peraturan. Pertemuan yang dilakukan oleh kabinet diadakan dalam sebuah rapat tertutup yang terjaga kerahasiannya. Untuk menjaga stabilitas kabinet, para anggota harus selalu bertindak secara bersama-sama dan mengeluarkan pernyataan atau kebijakan secara kolektif. Jika seorang menteri tidak setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh kabinet, maka menteri tersebut harus mengundurkan diri. Setiap menteri mengepalai sebuah departemen dan bertanggung jawab penuh atas kinerja departemen yang ia pimpin tersebut. Masing-masing menteri dituntut untuk mempersiapkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh the House of Commons dalam parlemen. Menteri-menteri yang juga duduk dalam the House of Lords memiliki sekretaris dalam parlemen yang bertugas menjawab setiap pertanyaan yang mengemuka dalam the House of Commons. Penerapan mekanisme seperti ini dalam sistem parlementer sekaligus untuk mengontrol pemerintah (departemen-departemen) agar terhindar dari inefisiensi dan tindakan yang tak bertanggung jawab.
Dewan Penasihat
Lembaga yang dalam bahasa aslinya disebut dengan nama The Privy Council ini dahulu merupakan sumber utama kekuasaan eksekutif. Namun, diterapkannya sistem kabinet dalam pemerintahan yang dimulai sejak abad ke-18 mengakibatkan peran eksekutif lebih banyak diambil oleh kabinet. Saat ini, Dewan Penasihat adalah jalur bagi para menteri untuk menyampaikan nasihatnya bagi Ratu. Terdapat sekitar 500 anggota Dewan Penasihat yang diangkat untuk menjabat seumur hidup. Keanggotaan Dewan Penasihat terdiri dari seluruh anggota kabinet, politisi-politisi senior, hakim-hakim senior, dan beberapa perwaikilan dari Persemakmuran (the Commonwealth). Hanya anggota yang berada dalam pemerintahan yang memainkan peran dalam pembentukan kebijakan. Perdana Menteri memiliki hak untuk memberikan rekomendasi kepada Ratu dalam menunjuk anggota baru Dewan Penasihat. Terdapat beberapa komite dalam Dewan Penasihat, di antaranya adalah Komite Yudisial (the Judicial Committee). Komisi ini berperan sebagai pengadilan tingkat akhir (kasasi) dalam proses peradilan bagi seluruh wilayah Kerajaan dan negara-negara Persemakmuran yang memutuskan untuk menggunakan mekanisme ini di luar independensi sistem peradilan negara mereka masing-masing. Badan ini juga merupakan pengadilan tingkat akhir dalam memutus suatu masalah yang berada di luar kekuasaan dan fungsi dari lembaga eksekutif dan legislatif Skotandia, Irlandia Utara, dan Wales.
Monarki
Sebagai hasil dari proses panjang berlangsungnya sejarah Kerajaan Inggris, kekuasaan absolut monarki secara bertahap terus dikurangi. Kini, tradisi menjadi berubah di mana Ratu mengikuti nasihat dari para menteri. Secara formal, Ratu memiliki kewenangan untuk menunjuk pemangku jabatan-jabatan penting, termasuk Perdana Menteri, para menteri, hakim-hakim, pejabat angkatan bersenjata, gubernur, diplomat, serta uskup-uskup senior pada Gereja Inggris. Dalam urusan luar negeri, Ratu sebagai kepala negara, berwenang untuk menyatakan perang ataupun damai, menyatakan pengakuan bagi negara lain, membuat perjanjian kesepakatan internasional, serta mengambil alih atau melepas wilayah kerajaannya.
Hubungan Antara Monarki dengan Pemerintah
Dalam sistem ketatanegaraan Kerajaan Inggris, Ratu memiliki hubungan yang khusus dengan Perdana Menteri, figur politik senior dan amat dihormati dalam pemerintahan Inggris yang berasal dari partai politik berkuasa. Walaupun secara konstitusional ia merupakan pemimpin kerajaan yang harus netral dalam berpolitik, namun Ratu tetap berwenang memberikan kesempatan bagi Perdana Menteri untuk melakukan dengar pendapat dengannya.
Pertemuan ini, sebagai sebuah pertemuan antara Ratu dan kepala pemerintahan, dilakukan secara amat pribadi. Setelah menyampaikan pandangannya, Ratu mendengarkan nasihat dari Perdana Menterinya. Selain itu, Ratu juga terlibat dalam pelaksanaan dalam pemilihan umum (pemilu). Sewaktu-waktu, Perdana Menteri yang sedang menjabat dapat meminta persetujuan Ratu untuk membubarkan parlemen dan meminta mengadakan pemilu baru. Setelah pemilu, penunjukan Perdana Menteri juga menjadi hak prerogatif Ratu dengan didasarkan pada konvensi yang berlaku sebagai sumber hukum.
b. Kekuasaan Legislatif
Secara teori, keluarga kerajaan memiliki kekuasaan yang amat besar dalam sebuah monarki seperti Inggris. Namun, walaupun tidak seluruhnya, peran yang dilakukannya—Ratu, dalam hal ini—terutama hanya yang bersifat seremonial. Monarki merupakan bagian yang terintegrasi dari Parlemen (sebagai Crown-in-Parliament) dan secara teori memberikan kekuasaan kepada Parlemen dalam hal pembuatan undang-undang. Sebuah Keputusan Parlemen tak akan menjadi sebuah hukum sebelum disetujui oleh monarki (dalam hal ini dikenal dengan sebutan Royal Assent). Dalam praktiknya, sejak Ratu Anne pada 1708, tak pernah lagi ada seorang raja/ratu yang menolak menyetujui rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh Parlemen.
Partai-partai Berkuasa
Sejak 1920-an, dua partai politik terbesar, yaitu Partai Buruh dan Partai Konservatif, menguasai perpolitikan di Inggris. Di setiap pemilihan umum Parlemen, kedua partai politik ini selalu bersaing ketat dalam mendongkrak perolehan suara untuk menunjukkan dominasinya. Partai Demokrat Liberal sebagai partai ketiga terbesar dalam Parlemen secara aktif terus melakukan usaha reformasi sistem untuk menjegal dominasi kedua partai tersebut yang seakan-akan telah memberlakukan sistem dua partai.
c. Kekuasaan Yudikatif
Sistem yudisial di Kerajaan Inggris terbilang unik karena tidak terdapatnya pengadilan nasional tertinggi yang bersifat tunggal. Komite Yudisial (Judicial Committee) dalam Dewan Penasihat (Privy Council) merupakan pengadilan banding tingkat akhir untuk perkara-perkara tertentu, sementara pada banyak kasus lain, the House of Lords-lah yang menjadi pengadilan banding tertinggi. Di Skotlandia, pemutus tertinggi pada kasus-kasus pidana adalah Pengadilan Tinggi (High Court of Justiciary), sedangkan pada kasus perdata tugas tersebut dilaksanakan oleh the House of Lords.
Komite Yudisial yang merupakan bagian dari Dewan Penasihat adalah pengadilan tingkat akhir bagi seluruh wilayah Kerajaan Inggris dan negara-negara Persemakmuran yang mengajukan permohonan banding kepada Ratu. Persidangan dipimpin oleh lima orang hakim untuk mendengar permohonan banding dari negara-negara Persemakmuran, sementara untuk kasus lain cukup dengan tiga orang hakim.
2. Arab Saudi
Arab Saudi dipimpin oleh seorang raja yang dipilih berdasarkan garis keturununan atau orang yang diberi kekuasaan langsung oleh raja. Hal ini berdasarkan pasal 5 Basic Law of Government yang menyatakan kekuasaan kerajaan diwariskan kepada anak dan cucu yang paling mampu dari pendiri Arab Saudi, Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al-Saud, dimana raja merangkap perdana menteri dan panglima tinggi angkatan bersenjata Arab Saudi. Pada tanggal 20 Oktober 2006 Raja Abdullah telah mengamandemen pasal ini dengan mengeluarkan UU yang membentuk lembaga suksesi kerajaan (Allegiance Institution) terdiri dari para anak dan cucu dari Raja Abdul Aziz Al-Saud. Dalam ketentuan baru, raja tidak lagi memilki hak penuh dalam memilih Putera Mahkota. Raja dapat menominasikan calon Putera Mahkota. Namun, Komite Suksesi akan memilih melalui pemungutan suara. Selain itu, bila Raja atau Putera Mahkota berhalangan tetap, Komite Suksesi akan membentuk Dewan Pemerintahan Sementara (Transitory Ruling Council) yang beranggotakan lima orang. Ketentuan ini baru akan berlaku setelah Putera Mahkota Pangeran Sultan naik tahta.
Raja menjadi Perdana Menteri dan didampingi saat menjalankan tugas-tugasnya oleh anggota Dewan Menteri berdasarkan undang-undang ini dan hukum lainnya. Dewan Kementerian Hukum akan menspesifikasi kekuasaan Dewan berkaitan dengan urusun internal dan eksternal, mengorganisasikan badan pemerintahan dan mengkoordinasikan aktivitas mereka. Hukum menspesifikasi kondisi yang Menteri harus capai, dengan memenuhi syarat metode akuntabilitas dan semua hal yang berkaitan dengan itu. Dewan Menteri Kehakiman dan yuridiksi dimodifikasi lewat undang-undang ini.
Raja menunjuk Deputi Perdana Menteri dan Kabinet Menteri dan boleh mengganti mereka dengan mengeluarkan surat perintah Kerajaan.
Deputi Perdana Mentri dan Kabinet Mentri bersama bertanggungjawab sebelum Raja dalam aplikasi Syariah Islam, hukum, dan kebijakan umum negara.
Raja berhak membubarkan dan membentuk kembali Dewan Menteri. Raja menunjuk menteri, deputi menteri dan anggota “kelompok kehormatan” dan ia boleh membubarkan mereka lewat surat Kerajaan yang sesuai dengan peraturan hukum.Para menteri dan kepala penguasa independen tetap bertanggungjawab sebelum Perdana Menteri atas kementrian dan kekuasaan mereka.
Keluarga kerajaan mendominasi dunia politik di Arab Saudi. sejumlah besar keluarga itu (ratusan dalam keluarga utama saja) telah memungkinkan keluarga untuk mengendalikan sebagian besar pos penting kerajaan. Pos penting diisi pada tahun 2005 oleh saudara raja dan setengah saudara termasuk wakil perdana menteri, wakil perdana menteri yang kedua, Menteri Dalam Negeri, Gubernur Provinsi Riyadh, Menteri Luar Negeri, dan Kepala Kantor Dewan Menteri. Sebagian besar anggota Dewan Menteri dan gubernur provinsi juga datang dari keluarga kerajaan. Arab Saudi tidak memiliki riwayat pemerintah pemilu hingga Februari 2005, ketika, Diusulkan bahwa satu-setengah dari anggota dewan kota baru akan dipilih melalui pemilihan umum dan satu-setengah diangkat oleh pemerintah pusat. Dalam sebuah pemilu terbuka hanya untuk pemilih laki-laki usia 21 dan lebih tua, warga Saudi memberikan suara untuk memilih salah satu setengah anggota dewan kota. Pemilihan tiga tahap, yang akan terus sampai April 2005, merupakan langkah fundamental jauh dari monarki absolut Arab Saudi.
D. Badan Peradilan
1. Inggris
Badan peradilan ditunjuk oleh kabinet sehingga tidak ada hakim yang dipilih. Meskipun demikian, mereka menjalankan peradilan yang bebas dan tidak memihak, termasuk memutuskan sengketa antara warga dengan pemerintah.
Sebagai sebuah negara, Kerajaan Inggris tidak memiliki suatu badan hukum tunggal yang melingkupi seluruh wilayah kerajaan. Skotlandia memiliki sistem hukum dan peradilan dengan kekhasan tersendiri, begitu pula Irlandia Utara (Northern Ireland) yang secara substansi mempunyai pemberlakuan aturan hukum berbeda dengan yang diterapkan di wilayah England maupun Wales. Satu karakteristik khusus dalam sistem hukum Kerajaan Inggris—yang membedakan pula dengan sistem Eropa Kontinental—adalah tiadanya kodifikasi peraturan, dengan fakta bahwa semua peraturan yang dibentuk oleh lembaga legislatif dan hukum-hukum tidak tertulis merupakan bagian dari “konstitusi” atau hukum dasar bagi negara ini.
Pengadilan perdata di wilayah England dan Wales terdiri dari 218 pengadilan wilayah (county) untuk kasus-kasus kecil dan sebuah Pengadilan Tinggi—yang terbagi atas divisi chancery, divisi keluarga, dan divisi Queen’s Bench—untuk kasus-kasus yang dianggap lebih penting atau besar. Permohonan banding mengenai suatu perkara dari pengadilan wilayah juga dapat diajukan untuk didengar dan diperiksa oleh Pengadilan Tinggi. Beberapa permohonan banding dapat diperdengarkan di hadapan the House of Lords, pengadilan banding tingkat akhir bagi kasus-kasus di seluruh wilayah Kerajaan Inggris.
Di Skotlandia, perkara-perkara perdata diajukan ke pengadilan sheriff (setara dengan pengadilan wilayah di England) dan Outer House dalam Court of Session, pengadilan tinggi bidang perdata di Skotlandia. Sementara permohonan banding diajukan ke Inner House dalam Court of Session. Pengadilan pidana di wilayah England dan Wales menangani kasus-kasus pidana kecil (96% dari seluruh kasus pidana) dan terdiri dari tiga hakim yang dikenal sebagai hakim perdamaian (justices of the peace), dan 78 pusat Pengadilan Kerajaan (Crown Court), dipimpin oleh hakim tunggal, atau, pada kasus yang dianggap serius, oleh Pengadilan Tinggi yang dipimipin oleh seorang hakim. Semua kasus harus melewati pemeriksaan juri. Perkara yang melibatkan anak di bawah usia 17 tahun diajukan di hadapan hakim perdamaian dalam sebuah pengadilan khusus anak-anak. Permohonan banding dapat diajukan ke Pengadilan Kerajaan, Pengadilan Banding Pidana, dan untuk kasus-kasus tertentu ke the House of Lords.
Di Skotlandia, kasus-kasus kecil di bidang pidana digelar dalam persidangan di pengadilan sheriff dan pengadilan wilayah tanpa melalui pemeriksaan juri, sementara untuk kasus yang lebih serius harus melalui pemeriksaan juri di pengadilan sheriff. Kekuasaan tertinggi pada peradilan pidana dipegang oleh hakim Pengadilan Tinggi, di mana perkara didengar di hadapan seorang hakim dengan juri, dan ini juga merupakan pengadilan banding tingkat akhir. Seluruh proses pemeriksaan dalam persidangan kasus pidana digelar dalam sidang yang terbuka untuk umum. Untuk wilayah England, Wales, dan Northern Ireland, dalam sebuah sidang, 12 orang juri (berasal dari penduduk setempat) secara kolektif memberikan putusan kecuali, tidak lebih dari dua orang juri yang berbeda pendapat, hakim meminta secara langsung kepada mereka untuk kembali pada putusan mayoritas. Sedangkan di Skotlandia, 15 orang juri harus mencapai keputusan melalui suara terbanayak dan, apabila diperlukan, dapat pula membuat putusan “tidak terbukti”.
Tanggung jawab administrasi dalam sistem peradilan di Kerajaan Inggrisdipegang oleh Lord Chancellor (juru bicara the Lords) dan home secretary (atau sekretaris negara untuk Skotlandia dan Northern Ireland). Para hakim dipilih dan diangkat oleh Ratu dengan pertimbangan dari Perdana Menteri, Lord Chanchellor, dan menteri terkait dalam kabinet.
2. Arab Saudi
Peradilan memperoleh independensi secara penuh dan hukumnya bersumber kepada kitab suci Al-Qur`an dan Sunnah Nabi shallallahu'alaihiwasallam. Dalam berbagai urusan syar'i peradilan merujuk kepada Majelis Peradilan Tinggi yang bertugas meneliti nash-nash peradilan dan hukum-hukum hudud dan qisas, dan membawai seluruh mahkamah syar'iyah yang tersebar di penjuru negeri. Lembaga peradilan dan kehakiman terdiri dari: Mahkamah Umum, Mahkamah Khusus, Lembaga Kasasi, dan Notariat. Adapun dalam persoalan-persoalan tata usaha Negara, maka di sana ada lembaga khusus yang menanganinya. Yang terpenting, diantaranya, ialah “Diwan al-Mazhalim” yaitu lembaga pengadilan yang berhubungan langsung dengan raja, yang perhatiannya terfokus pada penyelesaian berbagai persoalan perselisihan yang diajukan terhadap lembaga pemerintahan. Kekuasaan kehakiman ialah lembaga yang mandiri. Dalam melaksanakan tugas mereka, hakim tunduk pada Syariah Islam.
Departemen Kehakiman dibentuk pada tahun 1970 dalam rangka untuk lebih menyatukan sistem luas kerajaan pengadilan dan hakim. Pada tahun yang sama, Raja Faisal juga membentuk Dewan Pengadilan Agung, dengan tanggung jawab untuk mengawasi sistem pengadilan dan mengkaji keputusan hukum. Pengadilan Umum, juga disebut sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, adalah yang pertama untuk mendengar kasus dan membuat keputusan.Keputusan pengadilan ini dapat naik banding ke Mahkamah Agung Dewan Pengadilan.banding selanjutnya dapat dibuat untuk Dewan Menteri, tetapi setiap keputusan dewan, ditandatangani oleh raja, adalah final.
E. Konstitusi
1. Inggris
Kerajaan Inggris adalah negara monarki konstitusional, dengan kekuasaan eksekutif dipegang oleh Perdana Menteri dan menteri-menteri dalam kabinet yang mengepalai departemen-departemen. Menteri-menteri ini berasal dari dan sekaligus bertanggung jawab kepada Parlemen, lembaga legislatif.
Sistem pemerintahannya didasarkan pada konstitusi tidak tertulis (konvensi). Konstitusi Inggris tidak terkodifikasikan dalam satu naskah tertulis, tetapi tersebar dalam berbagai peraturan, hukum, dan konvensi.Kerajaan Inggris adalah salah satu dari sedikit negara-negara di dunia saat ini yang tidak memiliki konstitusi tunggal dan tertulis. Sebaliknya, yang berlaku di negara ini adalah, konvensi-konvensi, hukum yang berlaku umum, kebiasaan-kebiasaan tradisional, dan bagian-bagian yang terpisah dari hukum tata negara.
Konstitusi Kerajaan Inggris memang tidak memiliki bentuk yang terkodifikasi, namun aturan-aturan hukum yang memuat berbagai hal tertentu dan saling terpisah banyak ditemukan dengan istilah “constitution”. Peraturan yang pertama kali dikaitkan dengan istilah konstitusi di negara ini adalah “Constitutional of Clarendon 1164” yang disebut oleh Raja Henry II sebagai “constitutions”, “avitae constitution or leges, a recordatio vel recognition”, menyangkut hubungan antara gereja dan pemerintahan negara pada masa pemerintahan kakeknya, yaitu Raja Henry I.
Walaupun tidak tertulis, hukum dasar (“konstitusi”) Kerajaan Inggris secara garis besar dapat dinyatakan telah mengatur hal-hal di bawah ini.
1. Hak asasi manusia, yang di dalamnya mengatur pula mengenai:
a. hak asasi manusia internasional;
b. penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia; penghormatan terhadap persamaan derajat tanpa memandang ras, agama, jenis kelamin, status sosial, dsb.; jaminan keamanan; penghapusan perbudakan; pemberian hukuman; perkawinan dan keluarga; hak milik atas benda;
c. perlindungan hukum, persamaan dalam hukum, penghormatan terhadap pengadilan, pemulihan nama baik, asas praduga tak bersalah;
d. kebebasan individu, hak pribadi, kebebasan bergerak, kebebasan beragama, kebebasan berekspresi;
e. hak politik, suaka politik, kewarganegaraan, kebebasan berkumpul
f. dan berserikat;
g. hak sosial, hak bekerja, waktu kerja, hak memperoleh tempat
h. tinggal yang layak, pendidikan, ilmu pengetahuan, seni, budaya;
i. batasan-batasan hak asasi manusia.
2. Organisasi negara, yang meliputi pengaturan tentang:
a. bentuk umum pemerintahan;
b. parlemen, House of Commons, partai, pengambilan keputusan,
c. legislasi, komisi-komisi, House of Lords, keuangan, masyarakat
d. Eropa, ombudsman parlemen;
e. pemerintah, komposisi pemerintah, lobi, Dewan Penasihat;
f. pemerintah lokal;
g. peradilan, sistem hukum, pengadilan pidana, pengadilan perdata,
h. Tribunal;
i. Pengadilan Eropa.
j. Dengan demikian, walaupun hukum dasar atau “konstitusi” Kerajaan Inggris tidak berada dalam sebuah kesatuan peraturan tunggal, namun peraturan-peraturan yang terpisah dan berasal dari konvensi, statuta, dan kebiasaan tradisional tersebut telah mengatur banyak hal, layaknya berbagai konstitusi tertulis—undang-undang dasar—yang digunakan di kebanyakan negara.
2. Arab Saudi
Undang-Undang Dasar mengamanatkan bahwa Hukum Islam datang sebelum semua pertimbangan lain. Al Qur'an dan sunnah (kebiasaan Islam dan praktek berdasarkan kata Muhammad dan perbuatan) adalah konstitusi negara, dan baik pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan menolak gagasan bahwa harus ada pemisahan antara gereja dan negara. Raja tidak hanya harus menghormati Hukum Islam dan tradisi tapi juga membangun konsensus antara anggota keluarga kerajaan dan para pemimpin agama (ulama). Raja dapat dihapus jika mayoritas dari keluarga kerajaan menginginkan untuk kejatuhannya. Ketika raja meninggal, keluarga kerajaan dan ulama memilih raja baru.
Pemberlakuan hukum Islam tersebut dengan menempatkan Al-Qur'an sebagai dasar kostitusi Arab Saudi dan pada prakteknya konstitusi itu tidak bisa diadaptasikan dalam situasi apapun yang bersifat modern. Asumsi dari kebijakan itu menekankan bahwa Al-Qur'an adalah suatu kitab suci yang sempurna dibandingkan dengan konstitusi sekuler lainnya dan Al-Qur'an sesuai dengan prinsip kehidupan masyarakat saudi.